Libur Mencintai, Puasa Menyayangi
Remang lampu kamar perlahan padam, seutas cahaya menelisik lewat sela jendela. Sayup lirih ku dengar suara bisik lembut. Tak ada siapapun di ruang ini. Perlahan kutajamkan seluruh indera ku tuk mencoba mencari sumber keramaian di tengah kegelapan. Tak ada. Tak ada siapapun. Bahkan serangga pun sedang bersembunyi di sarangnya. Ramai itu rindu. Sayup lirih suara bisik lembut itu jejak suara yang masih tertinggal dalam ingatan setelah sekian lama. Dimana. Dimana kini suara asli merdu manusia itu bisa terdengar. Seberkas bayang masuk tanpa mengetuk pintu. Ingatan terlempar jauh ke belakang. Roll film berputar dengan cepat. Dimana. Dimana senyum itu tersembunyi. Butuh berapa kali purnama. Butuh berapa sering untaian doa. Butuh berapa waktu terus bergulir. Kapan gelap hilang. Kapan sepi menepi. Kapan puasa berhenti. Katanya hari kemenangan hampir tiba. Katanya puasa hanya sepanjang sebulan lamanya. Katanya sebentar lagi libur akan habis dimakan waktu. Katanya sebentar lagi tak perlu menahan lapar dan dahaga. Katanya sebentar lagi hari yang dinanti segera tiba.Tapi kapan sebenarnya rindu bertemu tersangkanya. Kapan bisa kembali bersama. Kapan boleh mendekap dengan erat. Jika terlalu sulit. Mari dimulai dari yang paling sederhana. Kapan lagi seekor burung merpati tergesa-gesa pada pagi hari dengan kakinya mencekeram erat sebuah kabar. Kabar sederhana namun terdengar istimewa karena asalnya dari sosok manusia kembaran senja.
Jadi, kapan dirimu keluar dari persembunyian mu dan kembali bergabung dengan semesta untuk kembali tertawa dan bahagia.
Komentar
Posting Komentar